Sabtu, 28 Desember 2013

Apresiasi Cerpen “Tangis Rahwana Karya Soni Farid Maulana

Analisis Struktural Cerpen Jembatan Tak Kembali Karya Mardi Luhung

ANALISIS STRUKTURAL TODOROV
Judul Cerpen : Jembatan Tak Kembali
A.    SINOPSIS
Jembatan Tak Kembali menceritakan tentang sebuah jembatan dimana setiap orang yang menyebrang di jembatan ini, tak akan pernah kembali. Jembatan yang berisi dengan kesempurnaan. Jembatan Tak Kembali memiliki kerangka berwarna merah, punggungnya berwarna kuning keemasan. Begitu indah dipandang bagi orang-orang yang melihatnya.
Meskipun tak akan kembali, selalu saja ada orang-orang yang ingin menyebrangi jembatan itu. Orang-orang tersebut berasal dari kalangan yang berbeda-beda, baik dari segi usia, status, maupun kepandaian. Orang-orang tersebut selalu menampakkan wajah yang ceria dan gembira. Begitu penuh harap dan gelora.
Orang-orang tersebut bahkan bernyanyi. Mereka menyanyikan tentang apa-apa yang membuat semua nafsu buruk memadam. Begitu menentramkan hati bagi orang-orang yang mendengarnya. Saat mereka menyebrang, kaki-kaki mereka seolah menjelma menjadi semacam langkah-langkah sebuah tarian. Langkah-langkah yang begitu gemulai.
Lain halnya dengan orang-orang yang tidak ikut menyebrang, mereka hanya bisa melihatnya. Melihat dari pinggir-pinggir jembatan sambil melambaikan tangan mereka. Memandang mereka yang menyebrang tanpa berkedip sedikitpun. Di hati mereka, mereka memanjatkan sebuah doa. Doa agar cepat atau lambat, mereka akan segera menyebrang dan menyusul mereka. Menyusul mereka untuk mendapatkan kesempurnaan.
Apabila orang-orang yang menyebrangi Jembatan Tak Kembali telah sampai di seberang, mereka akan memperoleh kesempurnaan yang begitu mereka harapkan. Semua berubah. Apa yang mereka inginkan, tinggal dipinta dan diucapkan. Semuanya langsung akan tersedia dan langsung dapat mereka nikmati.
Jika mereka berkata ingin ke bukit, maka mereka akan sampai di bukit. Jika mereka mengatakan ingin memakan makanan paling lezat di dunia, makanan tersebut akan langsung tersedia. Hal tersebut membuat mereka begitu bahagia. Mereka tak perlu repot-repot bergerak. Semua yang mereka inginkan akan langsung tersedia di depan mata. Tidak perlu susah payah untuk mendapatkannya.
Karena kelamaan tidak bergerak, orang-orang tersebut berubah menjadi pendiam. Hanya mata mereka saja yang berkedip-kedip. Tanpa mereka sadari, dari tubuh mereka mulai keluar serabut. Serabut yang begitu halus dan begitu berkilau. Menerangi tempat mereka berada.
Walaupun banyak orang yang berlomba-lomba untuk dapat menyebrangi Jembatan Tak Kembali, lain halnya dengan Jose yang memilih untuk membatalkan niatnya ketika akan menyebrangi jembatan. Jose memutuskan untuk tidak menyebrang dan memilih untuk memberi makan kucing-kucing kesayangannya. Kucing yang banyaknya hampir lima puluh ekor. Jose tak pernah lupa untuk memberi kucing-kucingnya makan setiap pagi, siang, dan sore.
Kucing-kucing Jose yang setiap malam selalu mengejari tikus-tikus. Tikus-tikus yang begitu gemar untuk merusak setiap apa yang ada di kampung. Tikus-tikus yang begitu banyak, gemuk-gemuk, dan bahkan di siang hari pun berani merusak.
Jose memilih untuk meninggalkan pinggir Jembatan Tak Kembali dan membuat semua orang memandangnya dengan sangat bingung. Kemanapun Jose pergi, kucing-kucingnya selalu setia mengikuti. Kucing-kucing yang begitu lucu, tangkas, dan begitu menggemaskan.
Bagaimana tidak gemas, kucing-kucing itulah yang kerap mengganggu mereka ketika sedang makan. Bahkan sedang enak-enak tidur. Kucing-kucing Jose yang memiliki tingkah laku dan suara yang begitu keras dan memekak.
Jose, satu-satunya orang yang tidak mau menyebrangi Jembatan Tak Kembali hanya karena tidak mau meninggalkan kucing-kucing miliknya. Karena itulah, banyak orang yang mulai membicarakannya. Ada yang bangga, ada yang cuek, dan ada pula yang menyebut Jose sebagai si aneh.
Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh ini, semakin lama, semakin bertambah. Mereka memiliki siasat untuk membuat kucing-kucing Jose agar dapat berkurang. Maka mulailah mereka mencuri kucing-kucing milik Jose. Yang berwarna kucing, yang berwarna cokelat, yang berwarna putih, yang berwarna hitam, hingga yang berwarna kelabu pun dicurinya. Kucing-kucing tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dibuang ke luar kampung.
Lama kelamaan, kucing-kucing Jose telah habis. Jose begitu kebingungan dan sedih. Kapanpun dan dimanapun ia gunakan untuk mencari kucing-kucingnya yang hilang entah kemana. Saat Jose benar-benar sendiri dan begitu kebingungan, mereka yang telah mencuri kucing-kucing itu berkata pada Jose bahwa kucing-kucingnya telah menyebrangi Jembatan Tak Kembali secara diam-diam, tanpa sepengetahuannya. Anehnya, begitu pernyataan ini terlontar, saat itu pula sosok Jembatan Tak Kembali pun menjadi menghilang. Seolah-seolah ditelan kegaiban. Tikus-tikus yang kini tidak memiliki penghalang itu, mulai merajalela kampung!








B.     ANALISIS ALUR DAN PENGALURAN

1)      Analisis Alur Berdasarkan Fungsi Utama
Sunendar (2005:64) menjelaskan bahwa fungsi utama merupakan fungsi-fungsi yang memunculkan atau menyebakan timbulnya fungsi lainnya, yaitu hubungan sebab akibat dan senantiasa memilki relasi yang logis dengan fungsi-fungsi lainnya.
Secara teknis fungsi utama itu diberi nomor dan dilingkari. Hubungan kausal antar fungsi utama itu ditunjukkan oleh arah tanda panah. Artinya, arah tanda panah itu menunjukkan suatu fungsi utama yang mengakibatkan fungsi utama lainnya.
1.1  Rincian Alur
ü F1 :   Deskripsi Jembatan Tak Kembali.
ü F2 :   Jose membatalkan niatnya untuk menyebrang.
ü F3 :   Ia lebih memilih untuk memberi makan kucing-kucingnya.
ü F4 :   Kucing-kucing Jose yang setiap malam mengejari tikus-tikus.
ü F5 :   Orang-orang mulai menyebut Jose sebagai si aneh.
ü F6 :   Mereka mulai mencuri dan membuang kucing-kucing Jose.
ü F7:    Sosok Jembatan Tak Kembali menghilang.
ü F8 :   Tikus-tikus mulai merajalela kampung.

F5
F4
F3
F2
F1
1.2  Bagan Alur
F8
F7
F6
 








1.3  Deskripsi Alur
       Jembatan Tak Kembali adalah jembatan yang berisi kesempurnaan. Banyak orang yang ingin menyebrangi Jembatan Tak Kembali agar bisa mendapatkan kesempurnaan. Mereka semua berasal dari berbagai kalangan.
       Meskipun begitu, Jose merupakan satu-satunya orang yang kerap membatalkan niatnya untuk menyebrangi Jembatan Tak Kembali. Ia lebih memilih untuk memberi makan kucing-kucingnya yang terhitung sangat banyak.
       Kucing-kucing Jose sangat gemuk-gemuk. Setiap malam, mereka mengejari tikus-tikus yang gemar merusak kampung. Karena kelakuan Jose inilah, ia mulai dijuluki sebagai si aneh. Mereka mulai mencuri kucing-kucing Jose secara diam-diam dan membuangnya. Jose kebingungan dan mulai mencari kucing-kucingnya. Mereka yang menjuluki Jose sabagai si aneh, menghasut Jose bahwa kucing-kucingnya telah menyebrangi Jembatan Tak Kembali tanpa sepengetahuannya. Semenjak munculnya perkataan tersebut, sosok Jembatan Tak Kembali mulai menghilang. Tikus-tikus yang kini tidak mempunyai penghalang, mulai merajalela kampung!


2)      Analisis Alur Berdasarkan Sekuen
Sekuen adalah urutan satuan teks. Cakupan fungsi cerita mensyaratkan adanya tatanan satuan-satuan yang saling bergantian, yang satuan dasarnya merupakan kelompok-kelompok kecil yang disebut sekuen (sequence) Barthes (1966).
Menurut Zaimar (1990:33) syarat sekuen haruslah terpusat pada satu titik perhatian (atau fokalisasi), yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama: peristiwa yang sama, tokoh yang sama, gagasan yang sama, bidang pemikiran yang sama. Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu. Dapat juga merupakan gabungan dari beberapa tempat dan waktu yang tercakup dalam satu tahapan.
2.1  Rincian Pengaluran
ü S1 :   Deskripsi Jembatan Tak Kembali yang berisi dengan kesempurnaan.
ü S2 :   Deskripsi orang-orang yang ingin menyebrang (berasal dari kalangan yang berbeda).
ü S3 :   Deskripsi perilaku mereka menyebrang, seperti nyanyian-nyanyian selalu keluar dari mulut mereka.
ü S4:    Langkah-langkah kaki yang begitu gemulai saat mereka menyebrangi Jembatan Tak Kembali.
ü S5 :   Saat mereka telah menyebrangi Jembatan Tak Kembali, mereka akan mendapatkan kesempurnaan.
ü S6 :   Jose, satu-satunya orang yang kerap membatalkan niatnya untuk menyebrangi Jembatan Tak Kembali.
ü S7 :   Ia lebih memilih untuk memberi makan kucing-kucingnya.
ü S8 :   Kucing-kucing Jose yang setiap malam mengejari tikus-tikus yang gemar merusak apa yang ada di kampung.
ü S9 :   Orang-orang mulai menyebut Jose sebagai si aneh karena Jose selalu membatalkan niat untuk menyebrangi Jembatan Tak Kembali.
ü S10 : Mereka mulai mencuri dan membuang kucing-kucing Jose.
ü S11 : Jose kebingungan mencari kucing-kucingnya yang hilang tanpa mengetahui bahwa kucing-kucingnya telah dicuri.
ü S12 : Mereka berkata pada Jose bahwa kucing-kucingnya pergi  menyebrangi Jembatan Tak Kembali.
ü S13 : Sosok Jembatan Tak Kembali mulai menghilang keberadaannya.
ü S14 : Tikus-tikus segera merajalela kampung.

2.2  Bagan Pengaluran
 


              S1        S2      S3        S4        S5                    S6        S7        S8       

             
              S9        S10        S11        S12            S13           S14

2.3  Deskripsi Pengaluran
Bagan pengaluran sekuen dari S1 sampai S14 adalah kejadian yang diceritakan oleh tokoh “Aku” dan bersifat lampau. Bagan pengaluran sekuen dari S6 sampai dengan S14 merupakan kejadian yang linear atau realitas fiktif artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa kini.

C.    ANALISIS TOKOH DAN LATAR
1)      Analisis Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin, 1987: 79).
Rahmanto dan  Hariyanto (1998:2.13) menyatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita, sedangkan penokohan atau perwatakan ialah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra.
Nurgiyantoro (2000:176) membedakan tokoh berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita sebagai tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama senantiasa ada dalam setiap peristiwa di dalam cerita. Untuk menentukan siapa tokoh utama dalam cerita, kriteria yang biasa digunakan ialah:
1.      Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain,
2.      Tokoh yang paling banyak dikisahkan oleh pengarangnya,
3.      Tokoh yang paling banyak terlibat dengan tema cerita.

Dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot, Nurgiyantoro (2000:178) membaginya ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita sebagai pembaca. Tokoh antagonis pada umumnya tidak mendapat simpati atau empati dari pembaca. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin.
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh, Altenbernd dan Lewis (Nurgiyantoro, 2000:188) menggolongkan ke dalam tokoh statis/tidak berkembang dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sejalan dengan perubahan atau perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
Dalam Cerpen “Jembatan Tak Kembali”, terdapat lima tokoh, yaitu:
1.      Aku
Tokoh Aku merupakan tokoh utama dalam cerpen ini. Tokoh ini disampaikan melalui metode diskursif (istilah lain metode analitik, metode langsung) artinya pencerita secara langsung menceritakan kepada pembaca tentang perwatakan tokoh-tokoh ceritanya. Dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali”, pengarang menceritakan watak tokoh secara langsung.
“...Ahai, pertanyaan yang bagus. Pertanyaan yang memang aku nanti. Dan jujur saja, ternyata, ketika.....”
“...Padahal, jika boleh aku bercerita pada kalian, semua yang ada di diri Jose sudah mumpuni...”
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh “Aku” ini mempunyai watak yang serba tahu dan jujur.

2.      Jose
Tokoh Jose merupakan tokoh utama dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali”. Tokoh ini disampaikan dengan metode dramatik yaitu metode penyajian watak yang dipergunakan pencerita yang membiarkan para tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri melalui kata-kata dan perbuatan mereka seperti dialog, jalan pikiran tokoh, perasaan tokoh.
”Terus, kapan kau akan jadi sempurna?” tanya seseorang.
”Aduh, biarlah tak jadi sempurna. Asalkan kucing-kucingku masih dapat aku urus.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Jose ingin melakukan perbuatan yang terpuji dan tidak ingin mendahulukan kepentingan pribadinya.

3.      Kucing-Kucing
Sosok “Kucing-Kucing” dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali” merupakan tokoh simbolik dan merupakan tokoh pembantu. Tokoh ini tidak berpengaruh banyak dalam cerita karena tokoh ini hanya diceritakan secara sekilas. Kucing-kucing memiliki perilaku yang baik, mereka selalu berusaha untuk memusnahkan tikus-tikus yang selalu merusak kampung.
“...Sebab kucing-kucingku itu hampir tiap malam mengejari tikus-tikus. Tikus-tikus yang gemar merusak setiap apa yang ada di kampung...”

4.      Tikus-Tikus
Seperti Sosok “Kucing-Kucing” dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali”, sosok “Tikus-Tikus” merupakan tokoh simbolik dan merupakan tokoh pembantu. Tokoh ini tidak berpengaruh banyak dalam cerita karena tokoh ini hanya diceritakan secara sekilas. Tikus-tikus memiliki perilaku yang jahat, mereka selalu berusaha merusak kampung.
“... jugakan, tikus-tikus yang merusak itu, kini semakin banyak. Gemuk-gemuk. Dan ngawur-ngawur. Bahkan, saking ngawurnya, di siang bolong pun berani merusak juga. Seperti sudah tak ada lagi yang ditakuti...”

5.      Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh
Tokoh ini merupakan tokoh pembantu. Tokoh ini tidak berpengaruh banyak dalam cerita karena tokoh ini hanya diceritakan secara sekilas. Tokoh ini memiliki perilaku yang jahat dan licik, mereka berusaha untuk memusnahkan kucing-kucing milik Jose dan menghasut Jose bahwa kucing-kucingnya telah menyebrangi Jembatan Tak Kembali tanpa sepengetahuannya.
 “Dan mereka yang diam-diam menyebut Jose sebagai si aneh ini, semakin lama, semakin bertambah. Dan siasat pun mulai mereka gariskan. Yaitu, bagaimana caranya agar kucing-kucing Jose dapat berkurang.”



·       Analisis Logika
a.    Berdasarkan tokoh utama dan tokoh bawahan/pembantu:
-   Tokoh utama        : Jose dan Aku.
-   Tokoh bawahan    : Kucing-kucing, Tikus-tikus, dan Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh.

b.   Berdasarkan tokoh antagonis dan protagonis:
-   Tokoh antagonis   : Tikus-tikus dan Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh.
-   Tokoh protagonis : Jose, Aku, dan Kucing-kucing.

c.    Berdasarkan tokoh statis dan tokoh berkembang:
-   Tokoh statis                   : Jose, Aku, dan Kucing-kucing.
-   Tokoh berkembang       : Tikus-tikus dan Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh.

d.   Berdasarkan tokoh real dan tokoh simbolik:
-   Tokoh real            : Jose, Aku, dan Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh.
-   Tokoh simbolik    : Kucing-kucing dan Tikus-tikus.

e.    Berdasarkan tokoh individual dan tokoh kolektif:
-   Tokoh individual  : Jose dan Aku.
-   Tokoh kolektif     : Kucing-kucing, Tikus-tikus, dan Mereka yang menyebut Jose sebagai si aneh.

2)      Analisis Latar
Rahmanto dan Hariyanto (1998:2.15) membagi latar menjadi tiga kategori, yaitu: latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Yang dimaksud sebagai latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatan.
a.    Latar Fisik
                        Latar fisik meliputi tempat, waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita. Latar fisik dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali” adalah:
·      Di pinggir Jembatan
“Dan seperti yang sudah-sudah, Jose pun kembali meninggalkan pinggir Jembatan Tak Kembali. Semua orang memandangnya.”
·      Di Kampung
“Dan tikus-tikus, yang kini tak lagi punya penghalang itu, pun segera merajalela di kampung!
b.      Latar Sosial
          Latar sosial adalah penggambaran keadaan masyarakat atau kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu, pandangan hidup, sikap hidup, adat-istiadat, dan sebagainya yang mendasari sebuah peristiwa. Latar sosial cerpen “Jembatan Tak Kembali” ini mengangkat tema korupsi yang terjadi di masyarakat. Di cerpen ini, para koruptor dilambangkan sebagai tikus. Sementara para pemberantas korupsi dilambangkan sebagai kucing.
“Kucing-kucingku butuh makanan yang layak?” begitu tambah Jose, ”Sebab kucing-kucingku itu hampir tiap malam mengejari tikus-tikus. Tikus-tikus yang gemar merusak setiap apa yang ada di kampung. Dan kalian tahu jugakan, tikus-tikus yang merusak itu, kini semakin banyak. Gemuk-gemuk. Dan ngawur-ngawur. Bahkan, saking ngawurnya, di siang bolong pun berani merusak juga. Seperti sudah tak ada lagi yang ditakuti.”

D.    ANALISIS GAYA PENCERITAAN
1.    Modus
Modus (Ujaran/Wicara) adalah tingkat kehadiran peristiwa yang diceritakan di dalam teks. Kategori ini memuat gaya carita yang ada di dalam teks. Biasanya suatu teks menggunakan gaya langsung, gaya tidak langsung, dan gaya yang diceritakan. Pada gaya langsung, ujaran sama sekali tidak mengalami perubahan dan disebut juga ujaran yang dilaporkan (discours rapporte). Pada gaya tak langsung (discours transpose) atau ujaran yang dialihkan, ujaran disampaikan dengan cara menggabungkan kaidah-kaidah bahasa dengan cerita si penutur. Adapun gaya yang diceritakan/dinarasikan (discours raconte) mengemukakan isi dari tindakan mengujarkan tanpa mempertahankan unsurnya (Todorov, 1985 : 26-27).
1)        Gaya langsung
Gaya langsung atau wicara yang dilaporkan ini mencakup dialog maupun monolog. Gaya langsung cerpen “Jembatan Tak Kembali” ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Kucing-kucingku butuh makanan yang layak?” begitu tambah Jose, ”Sebab kucing-kucingku itu hampir tiap malam mengejari tikus-tikus. Tikus-tikus yang gemar merusak setiap apa yang ada di kampung. Dan kalian tahu jugakan, tikus-tikus yang merusak itu, kini semakin banyak. Gemuk-gemuk. Dan ngawur-ngawur. Bahkan, saking ngawurnya, di siang bolong pun berani merusak juga. Seperti sudah tak ada lagi yang ditakuti.”
”Terus, kapan kau akan jadi sempurna?” tanya seseorang.
Kutipan di atas merupakan ucapan Jose kepada seseorang yang bertanya mengapa Jose tidak mau menyebrangi Jembatan Tak Kembali.


2)        Gaya Tak Langsung
Gaya tak langsung merupakan gaya ujaran yang dituturkan oleh tokoh “aku” atau pun oleh pencerita sebagai orang ketiga, tergantung pada penggunaan sudut pandang penceritaan dalam cerita tersebut. Gaya tak langsung ini biasanya digunakan sebagai pengantar satu peristiwa dengan peristiwa yang lainnya. Selain itu gaya tak langsung dapat berupa gambaran perwatakan tokoh sesuai sudut pandang yang digunakan. Gaya tak langsung pada cerpen “Jembatan Tak Kembali” ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“...Ya, ya, itu adalah perkataan Jose di pagi ini. Perkataan yang mungkin kesekian kalinya. Dan memang perlu kalian ketahui, Jose adalah satu-satunya orang yang kerap membatalkan niatnya ketika akan menyeberangi jembatan.
Padahal, jika boleh aku bercerita pada kalian, semua yang ada di diri Jose sudah mumpuni. Dan layak untuk mencapai kesempurnaan. Lain itu, barangkali, hanya Jose-lah yang telah digadang-gadang oleh semua orang untuk segera menyeberang...”
Kutipan di atas merupakan pendeskripsian tokoh Jose yang diceritakan oleh tokoh “Aku”.

3)        Wicara yang Dinarasikan
Wicara yang dinarasikan merupakan gaya yang diceritakan atau dinarasikan (discours raconte) mengemukakan isi dari tindakan mengujarkan tanpa mempertahankan unsurnya (Todorov, 1985 : 26-27). Dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali” banyak sekali wacana yang dinarasikan. Namun cerpen ini juga tidak hanya narasi seutuhnya, terdapat juga dialog-dialog tokoh sehingga cerita ini tidak membosankan karena terdapat peran tokoh di dalamnya. Wicara yang dinarasikan pada cerpen “Jembatan Tak Kembali” ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“...Bahkan, jika kalian saksikan, selalu saja ada di antara mereka (yang menyeberang itu) bernyanyi. Terutama bernyanyi tentang apa-apa yang membuat semua nafsu buruk memadam. Berganti dengan seribu genta mungil yang melayang-layang. Genta mungil yang berdenting. Seperti denting sebaris mantra. Mantra tentang sorga yang dicinta. Sorga yang ketemu lagi...”
Kutipan di atas merupakan bagian wicara yang dinarasikan dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali”. Peristiwa dalam cerita dinarasikan atau diceritakan oleh penulis langsung, tanpa ada tokoh yang menggerakkannya.


2.      Kala
Dalam kategori waktu/kala terdapat dua jalur waktu yaitu waktu dunia yang digambarkan (tataran peristiwa atau cerita) dan waktu wacana yang menggambarkan (tataran penceritaan). Hubungan antara waktu cerita dan penceritaan ini mengemukakan tiga pokok persoalan yaitu urutan waktu, lama waktu berlangsung, dan apa yang disebut frekuensi (Todorov, 1985: 27).
Hubungan yang pertama adalah urutan waktu dan paling mudah diperhatikan karena urutan waktu yang digunakan untuk menceritakan (waktu dalam wacana) tidak pernah sama dengan waktu peristiwa yang diceritakan (waktu dalam fiksi). Dalam hal ini dibedakan antara retrospeksi atau kembali ke masa lalu dan prospeksi atau antisipasi, yaitu apa yang akan terjadi dikemukakan lebih dahulu. Urutan waktu dalam cerpen “Jembatan Tak Kembali” dapat dilihat sebagai berikut:


a.    Waktu Fiksi
     Waktu fiksi adalah waktu ketika berlangsungnya peristiwa yang diceritakan dalam alur cerita. Waktu fiksi dalam cerpen ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
     “...Serabut halus. Serabut yang entah apa warnanya. Tapi begitu berkilau. Dan begitu menerangi tempat di mana mereka berada. Dan saking terangnya, apa-apa yang bergeriapan di sekeliling mereka pun terlihat. Apakah itu yang terbang, merayap, berguling, atau hanya sekadar terpaku tak bergerak. Semuanya terlihat. Dan semuanya seakan-akan memang begitu bahagia hanya untuk dapat terlihat....”
     Kutipan di atas menyatakan sebuah imajinasi/bayangan si tokoh Aku mengenai serabut yang didapatkan oleh tokoh lain setelah mereka menyebrangi Jembatan Tak Kembali.

b.   Waktu Wacana
Waktu wacana adalah urutan waktu yang dipakai untuk menceritakan suatu proses terjadinya peristiwa dalam cerita melalui wacana. Waktu wacana dalam cerpen ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“...Ya, ya, itu adalah perkataan Jose di pagi ini. Perkataan yang mungkin kesekian kalinya. Dan memang perlu kalian ketahui, Jose adalah satu-satunya orang yang kerap membatalkan niatnya ketika akan menyeberangi jembatan...”
Kutipan di atas menjelaskan waktu pada saat peristiwa itu berlangsung. Yaitu tentang Jose yang membatalkan niatnya untuk menyebrangi Jembatan Tak Kembali pada pagi hari.

3.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen ini adalah sudut pandang first-person-peripheral atau sudut pandang orang pertama sebagai pembantu atau disebut sebagai akuan-tak sertaan merupakan sudut pandang dimana tokoh “aku” hanya menjadi pembantu yang mengantarkan tokoh lain yang lebih penting. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
“...Padahal, jika boleh aku bercerita pada kalian, semua yang ada di diri Jose sudah mumpuni. Dan layak untuk mencapai kesempurnaan. Lain itu, barangkali, hanya Jose-lah yang telah digadang-gadang oleh semua orang untuk segera menyeberang...”

E.    SIMPULAN
            Karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bawa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo, 2009:118). Menurut Piaget via Hawkes dalam Pradopo (2009:119) dalam pengertian struktur tersebut terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar. Yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri.
            Todorov dalam Nyoman (2004:136) Untuk sampai pada analisis struktural makna prosa, diperlukan analisis aspek sintaksis, semantik, dan verbal. Analisis aspek sintaksis meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan logis. Aspek semantik berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar. Aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.
Cerpen Jembatan Tak Kembali ini merupakan cerpen yang unik dan memiliki banyak simbol didalamnya. Diawal membaca cerpen ini, akan mengalami kesulitan karena banyak simbolisasi di dalamnya yang menuntut banyak pemahaman oleh para pembaca. Cerpen ini mengisahkan sosok Jembatan yang berisi dengan kesempurnaan. Siapapun yang menyebrangi Jembatan tersebut, akan mendapatkan kesempurnaan. Meskipun begitu, Jose kerap membatalkan niatnya untuk menyebrangi Jembatan Tak Kembali. Ia lebih memilih memberi makan kucing-kucingnya yang setiap malam sibuk mengejari tikus-tikus yang selalu berusaha untuk merusak kampung. Kucing-kucing dan tikus-tikus dalam cerpen ini merupakan simbolisasi dari para pemberantas korupsi dan para koruptor. Oleh karena itu, cerpen ini sangat menarik untuk dikaji secara struktural karena cerpen ini memiliki kekuatan pada tokoh, alur maupun gaya penceritaan. Cerpen ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para peminat sastra terutama para pengkaji karya sastra. Semoga sedikit ulasan ini dapat menjadi sebuah gambaran yang akan menarik minat pembaca untuk mengkaji cerpen ini lebih dalam dan lebih lanjut lagi tentunya. Masih banyak hal-hal lain yang belum tersentuh oleh kajian ini yang perlu dikaji lebih mendalam dan dengan kajian yang lebih mutakhir.

DAFTAR PUSTAKA
  •  Ratna, N. K. (2013). Penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
  • Waluyo, H. J. (1991). Teori dan apresiasi puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
  •  Luhung, M. (2012, April 3). Kompas.com. Dipetik September 18, 2013,http://oase.kompas.com/read/2012/04/03/04131666/Jembatan.Tak.Kembali